Minggu, 29 Juni 2014

Uji coba Style trend baju






Menurut Desainer serta pengamat mode Masa M. Soekamto, kebebasan seorang berekspresi, mendobrak pakem-pakem berbusana.   Pada akhirnya, tata langkah atau kepantasan berbusana juga alami pergeseran atau tak akan dikira untuk hal yang utama.     Sebelum saat th. ’90-an, sekreatif apapun industri pekerjaannya, celana jeans dikira tak layak dikenakan untuk ke kantor, terlebih legging. “Yang membedakan ciri-ciri atau style berbusana pekerja industri kreatif dengan korporat waktu itu yaitu keberanian mereka bereksperimen dengan trend fashion, warna, serta aksesories, ” tutur Masa. Misalnya legging. Menurut wikipedia. com, pada saat Renaissance, era ke-13 sampai 16, legging yaitu baju penghangat kaki oleh pria ataupun wanita. Di Amerika, legging dipakai beberapa cowboy dibalik celana mereka, untuk pelindung waktu berkuda. Legging mulai jadi sisi dari product fashion pada th. ‘60-an. Waktu itu, legging selama 1/2 betis kerap dipakai untuk baju musim panas atau semi. Bersamaan trend fashion yang bertukar, keberadaannya juga mulai tergantikan. Legging seringkali dikenakan untuk baju olahraga atau menari. Kehadiran legging kembali naik kelas pada pertengahan th. 2000-an.

Kreatifitas pekerja industri mode memegang fungsi utama disini. Tak sedikit desainer serta rumah mode yang bereksperimen dengan legging dalam fashion show mereka. Juga, rumah mode Marni dari Italia keluarkan legging untuk pria. Pendobrakan pakem-pakem itu juga berlangsung pada baju muslim. Bersamaan dengan berkembangnya industri mode baju muslim, bila dahulu pilihan cuma terbatas pada abaya (dress panjang berpotongan lurus) atau pakaian kurung, dengan beberapa warna gelap atau pastel, saat ini beberapa wanita berjilbab mempunyai pilihan lebih luas dalam mengekspresikan dianya. Pilihan jenis jilbabnya juga benar-benar bermacam, tak terbatas pada jilbab instan bertopi atau jilbab scarf sisi empat memiliki bahan sifon. Orang-orang serta kebudayaan memanglah senantiasa beralih, maka ketentuan-aturan berbusana juga senantiasa alami pergantian. Namun, Irwan merekomendasikan, terus ada prinsip-prinsip basic yang butuh di perhatikan. “Dalam konteks baju muslim, butuh dimengerti dahulu ketentuan-aturan basic baju muslim itu sendiri, yaitu tutup aurat, tak ketat, tak menerawang, serta tak mirip pria.

Tata langkah kenakan pakaian menurut budaya barangkali senantiasa beralih, namun tata langkah kenakan pakaian menurut agama mempunyai ketekunan dari saat ke saat, ” jelasnya. Menurut Masa, dunia yang sudah  semakin datar bikin info lebih gampang dibuka serta memperoleh semakin banyak rekomendasi. “Adanya keberanian serta kreatifitas para  desainer baju muslim, seperti Dian Pelangi, sangat mungkin wanita muslimat ikuti ketentuan syariat yang diputuskan, dan  terus tampak fashionable serta ekspresif, ” katanya. Mencermati ketentuan berbusana tak berlaku untuk wanita berjilbab saja, namun juga wanita mana juga. “Boleh saja lebih kreatif memadu-padankan baju. Terlebih baju kan wujud ekspresi diri. Namun, terdapat banyak tata langkah berbusana basic yang juga utama dimengerti. Persoalannya, dalam lingkup kehidupan sosial menyangkut peran kita untuk istri, ibu, atau pekerja, jati diri diri kita bukan sekedar terbatas pada jati diri pribadi saja, ” ungkap Masa. Kita bukan sekedar merepresentasikan diri kita untuk individu, namun juga sisi dari pasangan, anak, sampai perusahaan tempat kita bekerja. Pengucapan Umberto Eco, seseorang pakar komunikasi, perihal baju barangkali mungkin saja bahan perenungan kita, “I speak with my cloth. ” Saya bicara melalui baju saya. Pepatah, janganlah menilai seorang dari penampilannya, tak akan valid dalam konteks ini. Pasalnya, kesan pertama nampak dalam tiga detik pertemuan pertama serta sedikit yang dapat kita ungkapkan melalui komunikasi verbal kurun waktu sesingkat itu. Terlebih, kian lebih 80% wujud komunikasi kita yaitu komunikasi nonverbal, serta baju yaitu satu diantara memiliki bentuk. EKA JANUWATI "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar